“Gelombang Panas Ekstrem di Eropa, Liburan Turis Indonesia Jadi Ujian Daya Tahan”

“Gelombang Panas Ekstrem di Eropa, Liburan Turis Indonesia Jadi Ujian Daya Tahan”

Jakarta, 8 Juli 2025 – Liburan musim panas ke Eropa yang biasa jadi favorit wisatawan Indonesia tahun ini berubah menjadi tantangan serius. Gelombang panas ekstrem yang melanda kawasan Eropa Selatan dan Tengah membuat otoritas setempat mengeluarkan peringatan darurat kesehatan. Suhu di beberapa kota seperti Athena, Roma, dan Madrid bahkan menembus 45°C, rekor tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyebut fenomena ini sebagai bagian dari perubahan iklim ekstrem global yang memperburuk intensitas dan durasi musim panas di belahan bumi utara.


🌡️ Dampak Langsung ke Turis Indonesia

KBRI Roma dan KBRI Paris telah mengeluarkan imbauan kepada WNI agar membatasi aktivitas di luar ruangan, terutama pada pukul 11.00–17.00 waktu setempat, serta memperbanyak konsumsi air dan mengenakan pelindung sinar matahari. Banyak WNI yang sempat mengalami heat exhaustion (kelelahan panas), dan beberapa di antaranya dirujuk ke rumah sakit.

“Kami awalnya ingin menikmati keindahan Colosseum, tapi hanya bertahan 15 menit karena kepala mulai pusing dan dada sesak,” ujar Andini, turis asal Jakarta yang liburan ke Italia.


✈️ Industri Wisata Eropa Terganggu

Beberapa destinasi wisata populer ditutup sementara, termasuk Acropolis di Athena dan Museum Vatikan, karena suhu ekstrem membahayakan pengunjung dan staf. Di Spanyol, sejumlah maskapai menunda penerbangan karena landasan pacu meleleh sebagian akibat suhu tinggi.

Selain itu, hotel dan penginapan kecil mengalami lonjakan biaya operasional untuk AC dan pendingin, yang berdampak pada kenaikan harga sewa kamar.


🧬 Apa Penyebabnya?

Ahli klimatologi dari IPCC, Dr. Luca Moretti, menyatakan gelombang panas ini dipicu oleh “bloking high pressure system” yang menjebak udara panas dari Afrika Utara dan membuat atmosfer stagnan selama berhari-hari.

“Ini bukan sekadar cuaca buruk biasa, tapi sinyal nyata bahwa bumi kita sedang sakit akibat akumulasi gas rumah kaca,” kata Dr. Moretti.


🌍 Solusi dan Prediksi Ke Depan

Beberapa negara Eropa mulai mempercepat program mitigasi perubahan iklim, termasuk penghijauan perkotaan, insentif kendaraan ramah lingkungan, dan perluasan ruang publik ber-AC untuk masyarakat rentan.

WMO memprediksi bahwa musim panas 2025 akan menjadi yang terpanas kedua dalam sejarah, dan kemungkinan musim panas mendatang akan makin tidak ramah bagi wisata massal.


📌 Kesimpulan

Gelombang panas di Eropa bukan hanya ancaman iklim, tetapi juga mengubah wajah industri pariwisata global. Turis Indonesia diimbau merencanakan liburan secara lebih bijak, memperhatikan kondisi iklim, dan mengikuti perkembangan informasi dari KBRI atau otoritas lokal.

“Di era krisis iklim, liburan bukan sekadar soal destinasi, tapi juga soal kesiapsiagaan,” kata pakar perjalanan global, Jonathan Haris.

Related Posts

Konservasi Alam: Meningkatkan Kesadaran tentang Perlindungan Hutan di Indonesia

Indonesia adalah rumah bagi hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa dan peran penting sebagai paru-paru dunia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, ancaman deforestasi,…

Gurun Sahara: Pesona Luas Tanpa Batas di Afrika Utara

Lautan Pasir yang Megah dan Misterius Terhampar luas membentang melintasi sebagian besar Afrika Utara, Gurun Sahara adalah gurun panas terbesar di dunia dan merupakan simbol keperkasaan alam semesta. Dengan luas…

You Missed

Jodohku – Anang & Ashanty: Duet Romantis Pasangan Sejati

11 Januari – Gigi: Lagu Romantis tentang Kenangan

Satu Hati – Sheila On 7: Janji Setia pada Kekasih

Persebaya Surabaya Kalahkan Persipura Jayapura dalam Pertandingan Sengit

Persib Bandung Menampilkan Performa Dominan Saat Menghancurkan Bhayangkara FC dengan Skor Meyakinkan

Matahariku – Agnes Monica: Lagu Pop Enerjik tentang Semangat Hidup