Wali Kota Bandung Soroti Peran Pemerintah Pusat dalam Kemacetan Kota: “Kami Butuh Dukungan Nyata, Bukan Sekadar Instruksi”
3 mins read

Wali Kota Bandung Soroti Peran Pemerintah Pusat dalam Kemacetan Kota: “Kami Butuh Dukungan Nyata, Bukan Sekadar Instruksi”

Bandung, 8 Juli 2025 – Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, menyampaikan kritik terbuka terhadap peran pemerintah pusat yang dinilainya belum maksimal dalam membantu penanganan kemacetan parah di Kota Bandung. Hal ini disampaikan dalam acara forum transportasi urban Jawa Barat yang digelar di Gedung Sate, Senin siang, dan turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian Perhubungan serta Bappenas.

Bandung kini menempati peringkat pertama kota termacet di Indonesia berdasarkan laporan lembaga riset mobilitas internasional TomTom Traffic Index 2025. Skor kemacetan Bandung bahkan mengungguli Jakarta, Surabaya, dan Medan dengan rata-rata durasi tempuh 1 jam untuk jarak 9 kilometer pada jam sibuk.


🚗 “Kami Tidak Punya Kendali atas Jalur Nasional dan Regional”

Dalam pidatonya, Yana menegaskan bahwa pemerintah kota telah melakukan berbagai upaya, seperti perluasan sistem angkutan umum, revitalisasi terminal, dan rekayasa lalu lintas. Namun, menurutnya, masalah kemacetan bersifat struktural dan lintas kewenangan.

“Jalur masuk-keluar Bandung adalah jalan nasional. Kami tidak bisa mengatur truk lintas provinsi, wisatawan mobil pribadi dari luar daerah, atau pembangunan infrastruktur besar tanpa restu pusat,” ujar Yana.

Ia mencontohkan kemacetan di kawasan Pasteur, Lembang, dan Dago yang mayoritas disebabkan oleh kendaraan dari luar kota, terutama saat akhir pekan.


🛣️ Permintaan Konkret: Infrastruktur dan Regulasi Terpadu

Yana menyerukan perlunya sinergi kebijakan antara pemerintah kota, provinsi, dan pusat, terutama dalam hal:

  1. Revitalisasi dan pembangunan ring road luar kota (outer ring road) yang selama ini tertunda.

  2. Subsidi dan penguatan transportasi publik lintas kota seperti LRT Bandung Raya.

  3. Revisi aturan jam operasional kendaraan berat yang masuk melalui jalur nasional.

  4. Konsolidasi terminal dan integrasi sistem digital transportasi antar daerah.


🏙️ Kemacetan Bandung Picu Kerugian Ekonomi dan Sosial

Kemacetan Bandung kini bukan hanya menjadi masalah lalu lintas, tetapi juga berdampak pada produktivitas ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Data Dinas Perhubungan menyebut bahwa warga Bandung kehilangan rata-rata 12 hari kerja per tahun akibat terjebak di lalu lintas.

Sektor pariwisata pun terkena dampak signifikan. Banyak pelancong mengeluh sulitnya akses ke tempat wisata populer di Lembang atau Ciwidey.

“Kemacetan membuat wisatawan kapok. Mereka pindah ke destinasi lain yang aksesnya lebih nyaman,” ujar Ketua PHRI Jabar, Herman Muchtar.


📢 Tanggapan Pusat: “Butuh Masterplan Bersama”

Menanggapi kritik tersebut, perwakilan Kementerian Perhubungan menyebut bahwa pemerintah pusat tengah menyusun Rencana Induk Transportasi Perkotaan Nasional (RITPN) yang diharapkan akan menjadi acuan terpadu untuk kota-kota besar seperti Bandung.

“Kami tidak bisa menyelesaikan sendiri. Kota dan provinsi harus masuk dalam satu visi. Akan ada proyek LRT Bandung Raya yang masuk tahap studi lanjutan tahun ini,” kata Dirjen Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno.


📌 Kesimpulan: Antara Otonomi Daerah dan Intervensi Pusat

Pernyataan Wali Kota Bandung membuka diskusi penting tentang batas dan potensi kolaborasi antarpemerintah dalam menyelesaikan persoalan perkotaan. Bandung, sebagai kota metropolitan dan tujuan wisata nasional, memang membutuhkan intervensi strategis lintas otoritas—bukan sekadar instruksi administratif.

“Jika Bandung dibiarkan mengatur sendirian, maka kemacetan akan jadi warisan abadi,” tutup Yana dalam sesi dialog terbuka.